4 Mahasiswa Bodoh vs Petir

4 Mahasiswa Bodoh vs Petir @Kolam Renang

Gimana, foto aku lagi nyelem di atas keren kan?? Jangan kira itu nyelem di laut cuy! Itu di kolam, ya semacam sumber mata air gitu di daerah Klaten. Tempatnya, sumpah keren abis! Kalau kalian nyelam di sana, bisa dapet view laut! Airnya dingin banget, bisa ampe 27° C (Mau tau gimana aku bisa tau kalau 27°C? Aku waktu nyelem tanya ama ikan-ikan yang bergoyang). Di sana juga kamu bisa cuma sekedar foto-foto, berenang, snorklingan, dan bisa sewa perahu bebek (yang dikayuh itu lho).

Mau tau caranya ke sana? Maaf, aku lupa jalannya karena dulu waktu ke sana aku dalam keadaan mata tertutup. Hahahaha...coba aja buka Google Earth kamu, atau Google Map, terserahlah yang punya laptop n modem juga kamu, coba searching daerah Umbul, Ponggok, Klaten. Nah pasti ketemu, trus liat aja jalannya lewat mana aja.

Ngomongin tentang selam, aku emang suka olah raga ini. Bukan karena pengen sok keren aku belajar olah raga ini (*nada tetep sombong), tapi karena aku mau jadi salah satu arkeolog yang bisa nyelam dan membidangi kemaritiman. Maklum, di Indonesia itu stok untuk jadi arkeolog sangat kurang, apalagi penyelam arkeologi, man! Kasihan (*nada cewek kalau lagi kasihan ama cowoknya yang kehujanan).

Awal mula aku belajar selam, adalah ketika aku dinyatakan masuk ke HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) aku, yaitu HIMA (Himpunan Mahasiswa Arkeologi). Wah, keren deh penerimaan maba untuk jadi anggota HIMA, lewat upacara namanya Abhiseka Ratri. Kayak gimana Abhiseka Ratri ini? Tanya aja sendiri ama anak-anak arkeologi UGM aja deh. Balik lagi ke selam, waktu itu latihan-latihan harus dijalani dengan benar. Syarat jadi penyelam itu, ya ada bisa renang, bisa water trapen (ngapung vertikal di air dengan gaya ngangkang kaya’ tarian Tori-Tori Cheese Crackers), bisa apnea (meluncur di bawah air hanya dengan 1 kali tarikan nafas), bisa floating (ngambang horizontal kayak si Kentung temennya si Ucil dalam serial tuyul dan Mbak Yul kalau lagi di danau).

Ya singkat cerita aku jadi semakin suka dengan olah raga ini dan terus latihan.

Pernah, suatu ketika ada pengalaman yang berhubungan dengan renang. Waktu itu aku lagi main ke tempat kontrakan temen aku, namanya Firman di daerah Condongcatur. Aku ke sana naik rajawali (kalau gak tau maksudnya, baca tulisanku sebelumnya tentang Buat Para Mahasiswa UGM), aku terbang menuju ke Condongcatur (ala film laga di Indosiar).

Sampai di sana ternyata sudah ada teman-temanku yang lain Dimas (si kriting yang mirip Patrick Star), Lana (si Gendut yang sekarang alhamdulillah punya kerjaaan jadi sopir dan rental mobil). Aku pun disambut dengan penuh kehangatan oleh Firman, hmmm...Enggak! Maaf salah tulis.

Ya emang butuh sesuatu yang hangat karena waktu itu ujan dan udara jadi dingin. Tapi anehnya si Firman bilang gini, “eh, kayaknya renang di kolam sumber mata air enak nih.” Ni orang bodoh, hujan-hujan ngajak renang tapi lebih bodohnya kami menyetujui hal itu. Dan lebih bodohnya lagi kami berangkat tanpa bawa dompet, karena kata Firman kalau renang di sana gak dan cuma bayar parkir 1000 rupiah.

Kami berempat pun berangkat (sebenarnya berlima sih, karena Lana dihitung 2 badan) menuju ke kolam itu. Hujan masih turun dan dingin, bikin aku takut. Kenapa harus takut hujan padahal mereka cuma air? Aku berani sih hadapi ujan, asal mereka datangnya satu-satu gak keroyokan.

Di kolam terlihat sepi. Aku lihat ke sekeliling, nih kolam ternyata berada di tengah sawah, dan emang ini sumber mata air. Tanpa pikir panjang kami pun buka-buka pakaian (kecuali boxer kami gak dicopot) dan langsung nyebur.

Ya namanya di kolam kami kami pasti mainan air, gak mungkin mainan pasir. Sekalian nih, kami ngajarin si Lana renang. Kebayang dong dengan berat badan hampir mendekati 90 kg lagi renang, bisa dikatain kuda nil lagi ngolam tuh anak.

Tak terasa sudah satu jam kami di sana, dan hujan malah makin lama makin deras, ditambah petir. DUUUAR! Suara petir mengagetkan kami. Kami udah sama-sama takut waktu itu ama petir itu. Akhirnya kami berniat minggir ke anak tangga untuk naik, tapi gak berani karena petir makin kenceng aja. Dan kami minggir ke sisi lain dari kolam yang ada batu besarnya dan atas kolam itu sedikit ada atapnya.

Kami diem di situ nungguin hujan reda. Aku lagi nangkring di atas batu dan berpikir “ni gila keadaanya. Udah cuma berempat, renang di tengah sawah, ujan-ujan lagi!”

“Ni gimana nih? Ujannya gak reda,” kata aku ke teman-teman.

“Udah, ntar juga terang.”

Dan ada provokator di antara kami. Si Firman bilang “ndes, ni kalau kita kesambar petir gimana?”

Itu kata-kata yang keluar dari bibir seseorang dengan efek kepanikan pada pendengarnya, seperti pengumuman kematian! Bayangin aja kalau emang (jadi) kesambar petir dan muncul di koran, pasti gak enak n gak keren banget beritanya. Misal di Koran lokal “Merapi” atau “Meteor” gitu, pasti bunyinya “4 Mahasiswa Goblok Kesambar Petir Saat Berenang”. Mungkin kalau kesambar juga ada hikmahnya, merasakan hukum alam karena kita sebagai manusia sering nangkep ikan dengan setrum! Gak juga sih..

Repot juga karena kalau kami mati, kami semua lupa bawa dompet! Gak bawa KTP kalau mati. “Mayat tanpa identitas”.

Kami berempat pun sudah gak karuan, bingung mau ngapain.

“Gimana nih? kita bisa mati di sini.”

“Iya, gimana? Aku takut mati sekarang karena aku belum sholat ashar,” jawab si Firman yang lagi-lagi bikin kami heboh. Kami belum SHOLAT! Mungkin kalau udah sholat ya nyicil aman di akhiratlah.

“Kita nekat nyebrang aja,” kataku.

“Tapi petirnya gede banget.”

“Kita harus cepat!” kataku

“Tapi Lana gak bisa berenang, gimana kalau dia di tengah-tengah ntar tenggelam?”

Aku mikir sejenak. Dan menjawab “kita pikul dia.”

Dan jadilah adegan penyelamatan diri dengan tampilan seperti anggota SAR lagi nylametin kuda nil yang kejebak di air. Bahu kanan Lana dipikul Dimas, bahu kiri aku pikul, dan Firman dari belakang membantu dengan mendorong tubuh Lana supaya tetep ngapung. Bisa bayangin deh adegannya. REPOT cint!

Akhirnya kami bisa naik dari kolam dan langsung memakai pakaian, alhamdulillah sesuatu banget. Kami pun karena lupa bawa handuk dan jas hujan, kami nekat untuk pulang hujan-hujan masih basah dan gak pakai jaket. Brrrrrrrrrrrr...

Sampai di kontrakan Firman, dadaku sakit banget. Aku takut kena paru-aru basah. Bisa bayangin gak sih kalau paru-paru basah tu waktu di rentogen akan ada gambar siluet air plus ikan yang sedang berenang di dalam paru-paru.

Akhirnya aku kapok kalau suruh renang pas ujan-ujan. Udah dingin, turunnya ujan juga keroyokan, pakai petir lagi. Untung gak pakai badai. Sesuatu banget.

-SEKIAN-