Jumat, 06 Januari 2012

Absensi berujung Popeye Fried Chiken



Kalian pasti bingung dengan judul di atas (emangnya aku enggak bingung? Sama!).
Ini sebenarnya cerita tentang temanku yang bernama HAREZA. Seorang mahasiswa (yang pasti cowok), kelahiran Surakarta, ngakunya orang Solo tapi ternyata orang Karanganyar. Ya tau sendiri kalau Karanganyar itu sebelahnya Solo (gak percaya? Coba cari di google earth). Dia punya pengalaman yang tidak terlupakan yang berhubungan dengan absen dan fried chiken.
Cerita dimulai (jreeeeeeng).
Siang itu, udara kampus aku sedang panas-panasnya. Mencapai lebih dari 30° C, sampai-sampai yang jualan di kantin bisa masak telur di atas aspal jalan kampus. PANAAAS DEH!  Dengan panas seperti itu, otomatis banyak mahasiswa jadi males berangkat ke kampus untuk kuliah. Takut item gara-gara jalan ke kampus panas-panas (maklum krim pemutih tu mahal). Nah, salah satu temanku yaitu Hareza adalah salah satu mahasiswa yang merasa kepanasan sehingga malas berangkat. Dia lebih memilih untuk bermain PES di kost, berharap bisa selalu menang pakai Liverpool.
Kejadian kita pindah ke ruang B108, Gedung B, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Sebuah ruangan ber-AC dan tetap tidak ngefek. Aku dan teman-teman sedang menunggu dosen, kuliah Keramologi (tentang keramik gitulah). Panas, panas banget deh ruangannya.
Jam menunjukkan pukul 13.12 wib (Waktu Indonesia Budaya), yang artinya nih dosen pasti telat. Padahal kuliah dimulai jam 1.
Dan pintu kelas pun terbuka (ngeeeeek). Sorry engsel pintunya karatan.
Dosen kami pun masuk, seorang perempuan dengan wajah keibuan.
“Slamat siang anak-anak,” sapa beliau.
“Siaaaang.”
“Maaf saya terlambat karena saya harus mengerjakan sisa laporan yang deadline-nya hari ini.”
Maklum deh.
Dan kuliah pun dimulai (doa dulu sebelum kuliah). Sembari kuliah berlangsung, presensi (absensi) juga ikut muter untuk diisi oleh mahasiswa. Seorang mahasiswa gondrong bernama Mamek saat akan tanda tangan, tiba-tiba Hpnya getar (tanda sms masuk). Ternyata sms itu dari Hareza, yang isinya tentang permintaan dia untuk titip absen alias si Mamek harus menandatangankan kolom absen Hareza.
Keraguan mulai menyelimuti Mamek. Tiba-tiba kelas terasa gelap dan dingin, muncul malaikat di kanan dia dan setan di kiri.
Setan berkata “udah bantu aja, kasihan teman sendiri.”
Malaikat berkata juga “jangan, itu dosa.”
“Udah bantu aja. Jadi besok kalau kamu mau bolos dan titip absen bisa titip ke Hareza.”
Malaikat terus berusaha “Jangan. Nanti kalau kamu dosa masuk neraka.”
“Gak apa-apa. Kalau kamu nurutin aku, kamu aku kasih uang 100.000 rupiah.”
Mamek mulai goyah karena setan mau kasih duit.
“Jangan. Dosa. Ikuti aku saja, nanti aku kasih kamu uang sejuta.”
Mamek goyah lagi karena uang sejuta.
“Aku kasih sepuluh juta,” kata setan mulai menaikkan harga.
“Karena aku baik, aku kasih satu milyar.”
Mamek langsung 90 % milih malaikat.
Namun setan langsung emosi dan bilang “aku kasih kamu seratus triliyun rupiah!”
Mamek langsung menggerakkan tangannya untuk memalsu tanda tangan Hareza dan gembira. Si setan juga gembira dan malaikat menangis karena tawar menawar dimenangkan oleh setan.
“Sekarang aku udah tanda tangan. Mana DUITnya?” kata Mamek pada setan.
“Hahahahaha...ambil sendiri di neraka besok. Namanya setan mana ada yang jujur.”
“TIDAAAAAAAAAAAK!”
Dunia menjadi terang kembali dan Mamek berada di dalam kelas, pasrah sudah menandatangankan Hareza.
Saat itu mahasiswa yang ikut kuliah hanya 20 orang dan itu membuat dosen sedikit curiga. Beliau mengambil absensi tadi, mencurigai beberapa tanda tangan yang janggal. Dan beliau mulai mengecek.
“Saya curiga dengan beberapa absen. Maka saya akan cek satu persatu.”
Dan mulailah absen dimulai. Dosen memanggil satu per satu yang ada di absensi menurut kolom nama yang sudah diisi tanda tangan.
“Mamek!”
“Ada, Bu.” Kata Mamek sambil menahan ketakutan. Sial! Udah gak dapet duit, ni absen dicek lagi.
“Hareza Eko Prihantoro!”
Kelas sunyi tidak ada balasan.
“Hareza Eko!”
Tetap sunyi, dengan dihiasi beberapa suara jangkrik. Krik..krik..krik.
“Hareza!”
Suara jangkriknya ilang, karena dimakan tikus dan suara berkanti suara ciiit...ciiiit...ciiit.
“Haaa...rezaaa? HAAAJINGAN!”
Si tikus pada mati dengar suara itu.
“Siapa yang ngabsenin HAJINGAN, eh maaf HAREZA?” kata dosen marah sekali sambil membanting absen ke meja dan mejanya kebelah menjadi dua. BRAAAK!
Mamek yang gemetar mengangkat tangan dan jari tengahnya... eh salah, jari telunjuknya.
“Saya.”
Lalu pandangan dosen beralih ke Mamek. Bagaikan Dementor yang menghisap kebahagiaan, pandangan itu membuat Mamek lemas dan layu (emangnya taneman?).
“Kamu?”
“Iya.”
“Pulang kuliah, menghadap saya bersama Ha..reza (takut salah ngomong lagi).”
Kelas terasa suram sekali, dan kelas pun bubar.
Singkat cerita mereka berdua pun menghadap ke dosen untuk dinikahkan... eh salah, untuk mengurusi masalah tadi. Gak tau critanya gimana mereka ngobrol, karena ruangan dikunci rapat-rapat saat itu, sehingga wartawan tidak bisa meliput sidang masalah absen itu.
Seminggu kemudian, kami kuliah keramologi di gedung PSK...hmm bener sih nulisnya gedung Pusat Studi Kebudayaan.
Aku datang pagi-pagi buta, sekitar jam 9 (maaf mataku agak rabun waktu itu jadi masih kerasa gelap).
Ternyata aku belum terlambat mengikuti kuliah. Karena saat aku masuk ke kelas, dibelakangku juga telat di Hareza dan Mamek sambil menjinjing tas plastik besar.
“Apaan tuh?” tanyaku.
“Rahasia.”
Dan kami pun mengikuti kuliah.
Selesai kuliah para mahasiswa ditahan oleh dosen untuk tidak pulang dulu. Deg! Apa ada yang nitip absen lagi?
“Maaf, jangan pulang dulu. Ini teman kalian, si Hareza dan Mamek mau membayar kesalahan mereka kemarin.”
Hah? Membayar kesalahan? Dengan apa? Joget-joget stiptis di depan kelas? Atau suruh nyanyi ALAMAT PALSU di depan?
Tapi rasa penasaranku terjawab.
“Mereka akan membayar kesalahan mereka dengan mentraktir kalian.”
“HOREEEEEE!” aku teriak paling kenceng karena sebagai mahasiswa perantauan aku adalah anak kost dengan prinsip ‘kesempatan dalam kelaparan’. Maaf jadi curhat.
Dan dibagikanlah box-box makanan berisi ayam goreng dan nasi. Ternyata ini yang dibawa sama Hareza dan Mamek tadi.
Aku lihat bungkusnya dan ternyata yang akan kami makan adalah Popeye Fried Chiken.

Yummy...slurp..slurp (dengan air liur menetes).
Semuanya merasa bahagia dan kenyang saat itu sambil senyam-senyum pada Hareza. Dia bilang “ngapain liat-liat? Makan, makan aja gak usah liat-liat.” Dengan ekspresi mahasiswa di akhir bulan yang kehabisan uang bulanan.
Dosenku berkata “terima kasih atas fried chickennya. Dan, I Like Swing!” sambil mengangkat ayam gorengnya dalam bentuk sayap.
Dan semua mahasiswa di kelas itu ketawa.
“I LIKE SWING” adalah kata-kata yang dibenci oleh Hareza sampai saat ini.
Sejak saat itu, dia dinobatkan sebagai mahasiswa paling sombong, karena mampu mentraktir satu kelas dengan popeye fried chicken. Dan guyonan tentang “Hareza,Hareza! Hajingan!” adalah sebuah hal yang pernah ngetrend di angkatanku untuk memanggil anak itu.
*Thanks bgt buat Hareza yang mau dan mengijikan aku untuk menulis cerita dalam hidupnya. Terima kasih ya Hajingan, eh Hareza (lain kali mungkin muncul kata Hajigur).
-SEKIAN-

4 komentar:

  1. kayaknya anda melupakan 1 orang yang mestinya lebih hot untuk diceritakan.. yang berasal dari kota 1.002 karaoke

    BalasHapus
  2. ya saya tidak lupa. dia adalah bahan empuk selanjutnya untuk postingan. jadi disimpan dulu aibnya.hahaha..

    BalasHapus
  3. makanya, jangan lupa buka blog bukankonspirasi.blogspot.com

    BalasHapus